13 May 2013

Manusia Satu Dimesi (Herbert Marcuse)



Masyarakat modern. Ya inilah yang terjadi sekarang, masyarakat yang mempunyai ciri khas dalam peranan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju hingga kini. Rasionalitas zaman sekarang ini terletak dari peran teknologi yang semakin canggih, fungsinya juga semakin mempermudah masyarakat dalam menyelesaikan semua tugas-tugasnya.
Segalanya dipandang dan dihargai sejauh dapat dikuasai, digunakan, diperalat, dimanipulasi dan ditangani. Instrumentalisasi menjadi semacam kata kunci dalam pandangan teknologis. Manusia menciptakan, memanipulasi dan memeralat benda-benda, alam serta mesin-mesin, untuk memudahkan hidupnya. Di saat yang sama, hal itu juga berlangsung di wilayah politik dan kultural. Di sinilah manusia dan masyarakat tak terkecuali berada dalam penguasaan dan manipulasi teknologi.
            Selain instrumentalisasi, ilmu pengetahuan modern juga ditandai dengan istilah operasionalisasi. Maksud dari operasionalisasi ini menyatakan, ilmu-ilmu pengetahuan hanya berguna sejauh dapat diterapkan dan bersifat operabel. Ini tampak dalam penelitian sosial, di mana setiap perubahan yang sifatnya kualitatif disingkirkan.
Marcuse mengambil contoh di bidang penelitian sosial pada sebuah studi tentang relasi kerja dalam pabrik Western Electric Company di Hawthrorne. Ketika mendengar karyawan-karyawan pabrik ini mengeluhkan gaji yang tak cukup, para peneliti menganggap keluhan ini terlalu kabur. Karanenya perlu dioperasionalisasikan. Artinya, perlu diterjemahkan dalam situasi dan tingkah laku yang konkrit.
            Ciri manusia modern selanjutnya menurut Marcuse bahwa masyarakat modern adalah manusia yang irasional dalam keseluruhan. Sebab terjadi kesatuan antara produktivitas (penghasilan) dan destruktivitas (penghancuran). Kekuatan produksi bukan digunakan untuk perdamaian, melainkan untuk menciptakan potensi-potensi permusuhan dan kehancuran. bahkan, dengan satu tujuan itu, dimensi-dimensi lain justru disingkirkan.
Namun Marcuse juga menyebutkan bahwa manusia modern adalah manusia yang sakit. Sebuah masyarakat yang hanya berpikir dan bertindak dalam satu dimensi (one dimension), yaitu satu masyarakat yang seluruh aspek kehidupannya diarahkan pada satu tujuan belaka. Masyarakat semacam ini bersifat represif dan totaliter. Kendati memperoleh banyak kemudahan, manusia tetap ter-alienasi, sebagaimana dikemukakan Marx pada abad ke-19.
Sejarah mencatat bahwa manusia - - dalam industry modern - - memiliki kemungkinan yang objektif agar dapat merealisasi pemuasan akan kebutuhan kebutuhannya. Tetapi yang terjadi sesungguhnya, manusia tetap saja terhalang karena adanya suasana represif. Peran dan peluang ilmu pengetahuan dan teknologi memang amat besar. Ukuran rasionalitas masyarakat adalah rasionalitas teknologi. Manusia dan masyarakat masuk ke dalam perangkap, penguasaan, dan manipulasi teknologi. Teknologi mempu menggantikan tenaga manusia bukan saja dalam bidang industry, tetapi juga dalam seluruh mata rantai kehidupan. Asalkan ia dapat dikuasai, digunakan, diperalat, dimanipulasi, atau ditangani, berarti ia sudah terjerat dalam system yang mutakhir ini. 
Teknologi yang tadinya diciptakan sebagai alat emansipasi dari kekejaman alam, kini malah dipakai untuk menindas atau merepresi manusia. Karena itu menurut Marcuse hal yang menonjol dalam mayarakat modern adalah 'toleransi represif,' yakni toleransi yang member kesan seolah-olah menjanjikan kebebasan yang luas, padahal maksudnya tidak lain dari menindas. Kemanusiaan, kebebasan, otonomi dan social life tidak diberi kesempatan, semuanya sudah menjadi alat. 
Lucunya, masyarakat demikian, menurut Marcuse, lebih suka mempertahankan status quo itu; apakah system kapitalisme atau para penganut system sosialisme/komunisme. Masyarakat modern juga tidak menunjukkan adanya penghapusan kelas sebagaimana yang dicanangkan Marx. Bedanya,rakyat banyak (termasuk kaum buruh) mkendukung kelangsungan system tersebut dan sekaligus ikut pula dalam system yang sudah begitu mapan. Marx mengemukakan bahwa kaum buruh mengeluh akibat pekerjaan yang berat dan membosankan, ditambah pula akibat upah kerja yang amat rewndah dari kaum modal, sementara Marcuse mengatakan kini kaum buruh tak mengeluh lagi dengan kerja kerasnya karena pemuasan kebutuhan terpenuhi. Kaum buruh tidak reaksuoner lagi; mereka sudah menjadi para pembela system kerja itu sendiri.
Dalam masyarakat teknologi modern, peran manusia menjadi tidak menonjol. Teknologi sudah merupakan ungkapan kepentingan pribadi, bahkan kepentingan golongan yang dipaksakan pada massa banyak. Potensi emansipasi yang ada dalam diri individu tenggelam dalam teknologi. Masyarakat menjadi ter-alienasi; ia telah mengasingkan manusia dari kemanusiaannya. Akibatnya manusia semakin tak sadar bahwa mereka berada dalam keadaan teralienasi atau terasing. 
Teknologi membangkitkan keinginan agar system tersebut dapat terus dipertahankan dan dikembangkan. Manusia seolah terjepit dalam satu lingkaran. Di satu pihak, semakin besar tingkat produktivitas memungkinkan peningkatan konsumsi yang besar pula; sedangkan dipihak lain, satu-satunya alas an bagi konsumsi ialah dengan menjamin berlangsungnya produktivitas. Alat-alat produksi berkat keampuhan teknologi dengan mekanisasi, standardisasi, otomatisasi seharusnya dapat membebaskan manusia dari keharusan kerja industry kerja mengakibatkan "ideology" instrumental memasukim bidang kehidupann lainnya. Meski, pada kenyataannya, tuntutan ekonomis dan politis memaksa untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan waktu kerja. Akibatnya, manusia hanya mampu memperoleh pemuasan kebutuhan–kebutuhan semu belaka. Mereka tidak tahu apa mendorongnya membeli dan menggunakan sesuatu; semua ini bukan timbul dari lubuk hatinya, melainkan hanya Cuma sekedar melihat orang lain. Ia menjadi tidak otonom dalam bersikap.
Teknologi bukannya lagi menjadi sarana pembebasan, melainkan menjadi sarana penindasan. Manusia seharusnya mendobrak tekanan tersebut untuk mencapai kebebasannya. Namun, ini malah direpresi oleh masyarakat secara keseluruhan, membuat manusia terbius, sehingga pandangannya menjadi 'manusia satu dimensi'. Disini timbul satu pertanyaan ; dengan tidak memiliki kesadaran akan dirinya, apakah ia mempu memanfaatkan teknologi bagi kepentingannya sendiri, ataukah teknologi telah mengarahkan kepentingannya? Kalau teknologi yang mengarahkan manusia, tentu mini berarti ia sudah teralineasi dalam perbudakan baru. Potensi emansipatoris yang ada jadi tenggelam akibat ketidaksadarannya. Itu berbeda dengan alineasi kerja ala Marx. Pada Marx, kaum buruh sadar akan keterasingannya, sehingga mereka diharapkan melakukan revolusi. Sedangkan padsa masyarakat industry modern, kesadaran ini tak muncul. Mereka tidak pernah berpikir apakah mereka memang teralineasi terhadap linkungannya.
Lalu, bagaimana kita keluar dari lingkaran tertutup itu? Menurut Marcuse, kaum buruh tak bisa diharapkan lagi; kita harus mencari manusia-manusia yang anti terhadap kemapanan. Ini hanya ada pada golongan atau kelompok marjinal.Mereka adalah kelompok yang terdiri dari golongan kecil, yang kesadarannya belum teracuni; mereka adalah kelompoik individu yang terpojok dan tertindas, sehingga mampu memberontak dari segala kemapanan. Dan satu-satunya kelompok yang bisa melakukan hal itu adalah kaum muda, para mahasiswa, dan golongan cendikiawan yang selalu kritis melihat situasi social budaya ; mereka adalah kaum yang terus menentang segala bentuk 'establishment'; mereka harus mengucapkan "the great refusal," ; mereka harus menolak terlibat dalam system totaliter ini; mereka harus bertekad untuk tidak ikut dalam system itu lagi.
Marcuse tidak bermaksud membuang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah berkembang sedemikian rupa itu. Ia tidak menganjurkan agar kita kembali ketempat asali seperti diserukan J.J Rouseau. Semua yang ada harus diubah secara kualitatif, sehingga kita mendapatkan suatu masyarakat yang memiliki kualitas lain. Cita-citanya untuk membentuk masyarakat baru secara konkret dituturkan lewat "kitab suci" One Dimensional Man itu. Pertama, harus diberi kesadaran pada orang untuk mengurangi rasa ingin berkuasa. Yang penting konsentrasi kekuasaan harus bisa diredakan. Kedua, sudah waktunya orang mengurangi perkembangan yang berlebihan. Sebab ini merupakan kebutuhan-kebutuhan kita yang palsu, yang sering secara artificial dibangkitkan oleh system produksi. Ini perlahan-lahan harus ditinggalkan untuk meningkatkan mutu kehidupan.
Apa yang dikemukakan Marcuse terhadap masyarakat modern adalah suatu 'kritik ideologi' terhadap pembangunan kemanusiaan kita. Sekadar merangkum pikiran Marcuse ini, kita dapat menyebut dua pandangan pokok. Pertama ia mau melakukan suatu perobahan total dengan jalan revolusi, di mana dilibatkan kelompok-kelompok individu yang anti kemapanan. Kedua, ia mau mengadakan suatu perubahan dari hal yang kuantitatif kearah yang kualitatif. Karena ada kecenderungan mempertahankan system yang ada, apa yang dikembangkan adalah suatu pembangunan yang tak pernah bisa dikritik. Masyarakat modern tidak lagi aktif, tetapi sangat pasif. Padahal, perkembangan dalam masyarakat demikian justru secara terus menerus membawa dan memperkuat ideology terdahulu. 
Marcuse menolak semua karena dianggapnya cumalah kepalsuan-kepalsuan dan sudah waktunya manusia diberi kesadaran kritis. Disini pula ia mengajukan serangkaian kritik terhadap ilmu pengetahuan positif dan teknologi. Dengan lantang ia menyindir bahwa kemajuan semua yang dicapai masyarakat industry modern harus dirombak dan dibebaskan dari kepalsuan-kepalsuan.

No comments:

Post a Comment