Masyarakat modern. Ya inilah yang
terjadi sekarang, masyarakat yang mempunyai ciri khas dalam peranan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin maju hingga kini. Rasionalitas zaman
sekarang ini terletak dari peran teknologi yang semakin canggih, fungsinya juga
semakin mempermudah masyarakat dalam menyelesaikan semua tugas-tugasnya.
Segalanya dipandang dan dihargai
sejauh dapat dikuasai, digunakan, diperalat, dimanipulasi dan ditangani.
Instrumentalisasi menjadi semacam kata kunci dalam pandangan teknologis.
Manusia menciptakan, memanipulasi dan memeralat benda-benda, alam serta
mesin-mesin, untuk memudahkan hidupnya. Di saat yang sama, hal itu juga
berlangsung di wilayah politik dan kultural. Di sinilah manusia dan masyarakat
tak terkecuali berada dalam penguasaan dan manipulasi teknologi.
Selain
instrumentalisasi, ilmu pengetahuan modern juga ditandai dengan istilah
operasionalisasi. Maksud dari operasionalisasi ini menyatakan, ilmu-ilmu
pengetahuan hanya berguna sejauh dapat diterapkan dan bersifat operabel. Ini
tampak dalam penelitian sosial, di mana setiap perubahan yang sifatnya
kualitatif disingkirkan.
Marcuse mengambil contoh di bidang
penelitian sosial pada sebuah studi tentang relasi kerja dalam pabrik Western
Electric Company di Hawthrorne. Ketika mendengar karyawan-karyawan pabrik ini
mengeluhkan gaji yang tak cukup, para peneliti menganggap keluhan ini terlalu
kabur. Karanenya perlu dioperasionalisasikan. Artinya, perlu diterjemahkan
dalam situasi dan tingkah laku yang konkrit.
Ciri
manusia modern selanjutnya menurut Marcuse bahwa masyarakat modern adalah
manusia yang irasional dalam keseluruhan. Sebab terjadi kesatuan antara
produktivitas (penghasilan) dan destruktivitas (penghancuran). Kekuatan
produksi bukan digunakan untuk perdamaian, melainkan untuk menciptakan
potensi-potensi permusuhan dan kehancuran. bahkan, dengan satu tujuan itu,
dimensi-dimensi lain justru disingkirkan.
Namun Marcuse juga menyebutkan bahwa
manusia modern adalah manusia yang sakit. Sebuah masyarakat yang hanya berpikir
dan bertindak dalam satu dimensi (one dimension), yaitu satu masyarakat yang
seluruh aspek kehidupannya diarahkan pada satu tujuan belaka. Masyarakat
semacam ini bersifat represif dan totaliter. Kendati memperoleh banyak
kemudahan, manusia tetap ter-alienasi, sebagaimana dikemukakan Marx pada abad
ke-19.
Sejarah mencatat bahwa manusia - -
dalam industry modern - - memiliki kemungkinan yang objektif agar dapat
merealisasi pemuasan akan kebutuhan kebutuhannya. Tetapi yang terjadi
sesungguhnya, manusia tetap saja terhalang karena adanya suasana represif.
Peran dan peluang ilmu pengetahuan dan teknologi memang amat besar. Ukuran
rasionalitas masyarakat adalah rasionalitas teknologi. Manusia dan masyarakat
masuk ke dalam perangkap, penguasaan, dan manipulasi teknologi. Teknologi mempu
menggantikan tenaga manusia bukan saja dalam bidang industry, tetapi juga dalam
seluruh mata rantai kehidupan. Asalkan ia dapat dikuasai, digunakan, diperalat,
dimanipulasi, atau ditangani, berarti ia sudah terjerat dalam system yang
mutakhir ini.
Teknologi yang tadinya diciptakan
sebagai alat emansipasi dari kekejaman alam, kini malah dipakai untuk menindas
atau merepresi manusia. Karena itu menurut Marcuse hal yang menonjol dalam
mayarakat modern adalah 'toleransi represif,' yakni toleransi yang member kesan
seolah-olah menjanjikan kebebasan yang luas, padahal maksudnya tidak lain dari
menindas. Kemanusiaan, kebebasan, otonomi dan social life tidak diberi
kesempatan, semuanya sudah menjadi alat.
Lucunya, masyarakat demikian,
menurut Marcuse, lebih suka mempertahankan status quo itu; apakah system
kapitalisme atau para penganut system sosialisme/komunisme. Masyarakat modern
juga tidak menunjukkan adanya penghapusan kelas sebagaimana yang dicanangkan
Marx. Bedanya,rakyat banyak (termasuk kaum buruh) mkendukung kelangsungan
system tersebut dan sekaligus ikut pula dalam system yang sudah begitu mapan.
Marx mengemukakan bahwa kaum buruh mengeluh akibat pekerjaan yang berat dan
membosankan, ditambah pula akibat upah kerja yang amat rewndah dari kaum modal,
sementara Marcuse mengatakan kini kaum buruh tak mengeluh lagi dengan kerja
kerasnya karena pemuasan kebutuhan terpenuhi. Kaum buruh tidak reaksuoner lagi;
mereka sudah menjadi para pembela system kerja itu sendiri.
Dalam masyarakat teknologi modern,
peran manusia menjadi tidak menonjol. Teknologi sudah merupakan ungkapan
kepentingan pribadi, bahkan kepentingan golongan yang dipaksakan pada massa
banyak. Potensi emansipasi yang ada dalam diri individu tenggelam dalam teknologi.
Masyarakat menjadi ter-alienasi; ia telah mengasingkan manusia dari
kemanusiaannya. Akibatnya manusia semakin tak sadar bahwa mereka berada dalam
keadaan teralienasi atau terasing.
Teknologi membangkitkan keinginan
agar system tersebut dapat terus dipertahankan dan dikembangkan. Manusia seolah
terjepit dalam satu lingkaran. Di satu pihak, semakin besar tingkat
produktivitas memungkinkan peningkatan konsumsi yang besar pula; sedangkan
dipihak lain, satu-satunya alas an bagi konsumsi ialah dengan menjamin
berlangsungnya produktivitas. Alat-alat produksi berkat keampuhan teknologi
dengan mekanisasi, standardisasi, otomatisasi seharusnya dapat membebaskan
manusia dari keharusan kerja industry kerja mengakibatkan "ideology"
instrumental memasukim bidang kehidupann lainnya. Meski, pada kenyataannya,
tuntutan ekonomis dan politis memaksa untuk tetap mempertahankan dan
meningkatkan waktu kerja. Akibatnya, manusia hanya mampu memperoleh pemuasan
kebutuhan–kebutuhan semu belaka. Mereka tidak tahu apa mendorongnya membeli dan
menggunakan sesuatu; semua ini bukan timbul dari lubuk hatinya, melainkan hanya
Cuma sekedar melihat orang lain. Ia menjadi tidak otonom dalam bersikap.
Teknologi bukannya lagi menjadi
sarana pembebasan, melainkan menjadi sarana penindasan. Manusia seharusnya
mendobrak tekanan tersebut untuk mencapai kebebasannya. Namun, ini malah
direpresi oleh masyarakat secara keseluruhan, membuat manusia terbius, sehingga
pandangannya menjadi 'manusia satu dimensi'. Disini timbul satu pertanyaan ;
dengan tidak memiliki kesadaran akan dirinya, apakah ia mempu memanfaatkan
teknologi bagi kepentingannya sendiri, ataukah teknologi telah mengarahkan
kepentingannya? Kalau teknologi yang mengarahkan manusia, tentu mini berarti ia
sudah teralineasi dalam perbudakan baru. Potensi emansipatoris yang ada jadi
tenggelam akibat ketidaksadarannya. Itu berbeda dengan alineasi kerja ala Marx.
Pada Marx, kaum buruh sadar akan keterasingannya, sehingga mereka diharapkan
melakukan revolusi. Sedangkan padsa masyarakat industry modern, kesadaran ini
tak muncul. Mereka tidak pernah berpikir apakah mereka memang teralineasi
terhadap linkungannya.
Lalu, bagaimana kita keluar dari
lingkaran tertutup itu? Menurut Marcuse, kaum buruh tak bisa diharapkan lagi;
kita harus mencari manusia-manusia yang anti terhadap kemapanan. Ini hanya ada
pada golongan atau kelompok marjinal.Mereka adalah kelompok yang terdiri dari
golongan kecil, yang kesadarannya belum teracuni; mereka adalah kelompoik
individu yang terpojok dan tertindas, sehingga mampu memberontak dari segala
kemapanan. Dan satu-satunya kelompok yang bisa melakukan hal itu adalah kaum
muda, para mahasiswa, dan golongan cendikiawan yang selalu kritis melihat
situasi social budaya ; mereka adalah kaum yang terus menentang segala bentuk 'establishment';
mereka harus mengucapkan "the great refusal," ; mereka harus
menolak terlibat dalam system totaliter ini; mereka harus bertekad untuk tidak
ikut dalam system itu lagi.
Marcuse tidak bermaksud membuang
ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah berkembang sedemikian rupa itu. Ia
tidak menganjurkan agar kita kembali ketempat asali seperti diserukan J.J
Rouseau. Semua yang ada harus diubah secara kualitatif, sehingga kita
mendapatkan suatu masyarakat yang memiliki kualitas lain. Cita-citanya untuk
membentuk masyarakat baru secara konkret dituturkan lewat "kitab
suci" One Dimensional Man itu. Pertama, harus diberi kesadaran pada
orang untuk mengurangi rasa ingin berkuasa. Yang penting konsentrasi kekuasaan
harus bisa diredakan. Kedua, sudah waktunya orang mengurangi perkembangan yang
berlebihan. Sebab ini merupakan kebutuhan-kebutuhan kita yang palsu, yang
sering secara artificial dibangkitkan oleh system produksi. Ini perlahan-lahan
harus ditinggalkan untuk meningkatkan mutu kehidupan.
Apa yang dikemukakan Marcuse
terhadap masyarakat modern adalah suatu 'kritik ideologi' terhadap pembangunan
kemanusiaan kita. Sekadar merangkum pikiran Marcuse ini, kita dapat menyebut
dua pandangan pokok. Pertama ia mau melakukan suatu perobahan total dengan
jalan revolusi, di mana dilibatkan kelompok-kelompok individu yang anti
kemapanan. Kedua, ia mau mengadakan suatu perubahan dari hal yang kuantitatif
kearah yang kualitatif. Karena ada kecenderungan mempertahankan system yang
ada, apa yang dikembangkan adalah suatu pembangunan yang tak pernah bisa
dikritik. Masyarakat modern tidak lagi aktif, tetapi sangat pasif. Padahal,
perkembangan dalam masyarakat demikian justru secara terus menerus membawa dan
memperkuat ideology terdahulu.
Marcuse menolak semua karena dianggapnya cumalah
kepalsuan-kepalsuan dan sudah waktunya manusia diberi kesadaran kritis. Disini
pula ia mengajukan serangkaian kritik terhadap ilmu pengetahuan positif dan
teknologi. Dengan lantang ia menyindir bahwa kemajuan semua yang dicapai
masyarakat industry modern harus dirombak dan dibebaskan dari
kepalsuan-kepalsuan.
No comments:
Post a Comment