11 May 2013

Benturan Antar Budaya (Samuel P. Huntington)

Pesat dan derasnya arus modernisasi yang terjadi sekarang membuat masyarakat mulai dienakkan dengan segala kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Hal tersebut membuat mereka semakin dipermudah untuk menerima beberapa informasi berbagai belahan dunia dengan cepat. Apalagi sekarang ditambah dengan adanya penggunaan internet, hanya dengan sekali klik, kita bisa menjelajahi dunia dalam waktu satu detik saja.

 Perkembangan era modernisasi juga membawa masyarakat pada sebuah dunia globalisasi. Globalisasi dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang telah mendunia. Dalam hal ini masyarakat telah dikonstruksi dalam satu budaya yang global. Tak heran jika dengan adanya kondisi seperti itu yang terjadi adalah munculnya inovasi dan discovery dari satu budaya ke budaya lainnnya hingga munculah beberapa budaya, trend, atau mode-mode baru yang sangat disukai bahkan digemari oleh masyarakat. Tidak diragukan jika nanti yang terjadi adalah muncul westernisasi yaitu sikap yang kebarat-baratan alias sikap yang menunjukkan bahwa masyarakat mengunggul-unggulkan budaya barat.

Sikap itulah yang akhirnya membawa budaya barat yang menjadi budaya global menjadi budaya yang berhasil mendominasi berbagai budaya lain yang ada di dunia. Budaya barat seakan-akan menjadi kutub bagi budaya lainnya. Kesempatan itulah yang membuka celah bahwa produk budaya global akan mengalahkan produk budaya lokal. 

Sekilas masyarakat tidak merasakan dampak dari dominasi budaya barat yang menjadi budaya global terhadap budaya lokal yang menjadi ciri khas budaya daerahnya. Mereka memang terkesan cenderung memakai dan menikmati hasil budaya global itu sendiri. Kenyataan menyebutkan bahwa sekarang masyarakat mengalami pergeseran budaya tersebut seperti menyukai makanan fast food, makan dengan berdiri dan berjalan cepat layaknya masyarakat yang hidup di budaya barat, suka makan makanan KFC, MC Donald dan Pizza Hut, cenderung memakai pakaian yang mini, dan hidup bebas ala orang barat.   Ketika semua itu dilakukan, yang menjadi alasan utama adalah mengikuti trend masa kini alias ingin menjadi masyarakat yang “gaul”. Mereka pun tak mau ketinggalan jaman. Namun jika hal ini terus menerus dan dilakukan dengan sadar, maka masyarakat akan benar-benar kehilangan budaya lokalnya dan kehilangan jati diri identitasnya. 

Teringat pula oleh kalimat pepatah yang mengatakan bahwa “Jika engkau ingin menguasai suatu negara, maka hancurkanlah dahulu budayanya”. Benar sekali jika kita kaitkan dengan keadaan yang terjadi yaitu budaya barat akan mendominasi dan budaya yang lain akan terdominasi. Intinya budaya barat adalah pemegang kekuasaan budaya dari semua negara. Lalu, pertanyaannya adalah apakah masyarakat yang terdominasi budayanya hanya tinggal diam saja dan menerima kondisi seperti itu ? Apakah mereka tidak tergerak untuk mengembalikan kembali jati diri dan identitas budayanya ? 

Seperti yang dikatakan oleh Samuel P. Huntington dalam bukunya Benturan antar peradaban dan masa depan politik dunia (2002: 12, 8-9): “Sebagian masyarakat-masyarakat non barat, berusaha menandingi barat dan berjuang mengejar ketertinggalan mereka dari barat. Masyarakat-masyarakat non barat, terutama masyarakat Asia Timur, mengembangkan kekayaan ekonomi mereka serta menciptakan basis kekuatan militer dan politik. Seiring dengan semakin meningkatnya kekuatan dan keyakinan diri, mereka semakin memantapkan nilai-nilai budaya mereka sendiri dan menolak segala “pemaksaan” yang dilakukan oleh barat terhadap mereka.” Penolakan yang dilakukan oleh masyarakat-masyarakat non-barat dikenal dengan sebutan Westoksikasi dengan suatu pernyataan bahwa “kami akan menjadi modern, tetapi kami tidak akan seperti anda”.(Huntington, 2002:166) 


Inilah salah satu bentuk konkret yang dilakukan oleh masyarakat non barat yang berusaha untuk mengembalikan jati diri dan identitas asli budaya mereka. Dengan upaya penolakan alias westoksikasi tersebut, masyarakat bekerja sama saling menguatkan rasa nasionalisme mereka terhadap negaranya. Rasa kebangsaan (nasionalisme) muncul dengan realisasi gerakan “pribumisasi diri”, di level Asia gerakan westoksikasi dikenal dengan sebutan “Asianisasi”. Penolakan tersebut dilakukan dengan cara mereka yang saling gembar-gembor dan bertindak tegas untuk tetap melestarikan budaya aslinya. Mereka mempromosikan pula nilai-nilai budaya aslinya dan sekarang budaya non-barat pun menjadi trend di budaya barat. Secara gamblang itu memperlihatkan bahwa budaya barat lambat laun akan terkikis oleh kekuatan budaya non-barat yang saling ber-westoksikasi padanya.



No comments:

Post a Comment